Tag Archives: Nostalgia Masa Kecil

20.000 Mainan dan Satu Rekor Dunia: Perjalanan Epik Kolektor Cepat Saji dari Filipina

Percival Lugue, seorang seniman asal Filipina, menjadi sorotan dunia berkat kecintaannya pada mainan yang diperoleh dari paket makanan cepat saji. Di kediamannya yang berada di Apalit, provinsi Pampanga, ia dengan bangga memamerkan ribuan koleksi mainan yang disusunnya secara rapi. Hobi unik ini telah ia tekuni sejak berusia lima tahun dan membawanya mengukir prestasi luar biasa: memegang Rekor Dunia Guinness untuk koleksi mainan cepat saji terbanyak di dunia.

Pada tahun 2014, Guinness World Records resmi mengakui koleksinya yang saat itu telah melampaui angka 10.000 mainan. Namun, hingga tahun 2021, jumlah tersebut telah melonjak drastis mencapai sekitar 20.000 item. Percival tidak hanya mengoleksi mainan, ia bahkan membangun sebuah rumah khusus demi menampung dan merawat benda-benda penuh nostalgia ini.

Kecintaannya terhadap mainan cepat saji bukan sekadar koleksi, tetapi juga menjadi bentuk ekspresi artistik dan dedikasi yang luar biasa terhadap dunia masa kecil. Dalam setiap tumpukan mainan yang tertata di rak-rak rumahnya, terdapat kisah tentang usaha, kenangan, dan semangat yang menginspirasi.

Di usianya yang menginjak 50 tahun, Percival terus mengembangkan koleksinya dengan penuh semangat. Baginya, setiap mainan bukan sekadar barang, melainkan potongan cerita dari hidup yang terus ia susun satu per satu. Koleksinya kini tak hanya menjadi kebanggaan pribadi, tapi juga simbol dedikasi dan cinta pada hal-hal sederhana yang membawa kebahagiaan besar.

Museum Mainan 198x: Tempat Nostalgia Seru Masa Kecil di Bandung

Bayangkan jika memori mainan klasik dari dekade 80-an bisa diabadikan dalam sebuah museum. Hal ini terwujud di Museum Mainan 198x, yang terletak di Jalan Sunda No. 39A, Bandung. Museum ini menjadi tempat yang sempurna untuk merasakan kembali kenangan masa kecil dengan berbagai koleksi mainan dari era 1980-an. Dengan desain yang menarik, museum ini mengundang pengunjung untuk bernostalgia dan mengingat kembali momen-momen bahagia di masa lalu.

Museum Mainan 198x didirikan oleh Aldo Ikhwanul Khalid, yang memiliki kecintaan mendalam terhadap mainan klasik. Koleksi pertama yang dimulai dengan dua etalase kecil berkembang pesat, hingga akhirnya Aldo membuka toko mainan kolektor pertama di Bandung pada tahun 1999, bernama Zero Toys. Pada tahun 2005, koleksi tersebut diubah menjadi museum untuk menghormati mainan dari era 1980-an. Nama “198x” dipilih untuk menggambarkan periode antara 1980 hingga 1989, sebuah era yang tak terlupakan bagi banyak orang.

Saat ini, museum ini memiliki lebih dari 3.000 jenis mainan, dari berbagai belahan dunia, termasuk mainan buatan Amerika dan Jepang. Koleksi yang paling populer adalah mainan robot Jepang, yang terinspirasi oleh film-film robot Jepang yang booming di masa itu. Museum ini menawarkan pengalaman visual yang mengesankan, dengan mainan-mainan yang dipajang secara rapi. Selain itu, pengunjung dapat membeli merchandise eksklusif yang berfungsi sebagai tiket masuk.

Museum Mainan 198x telah menjadi tujuan favorit bagi kolektor dan penggemar mainan dari berbagai usia. Tempat ini buka setiap hari mulai pukul 10.00 hingga 20.00 WIB, menjadikannya destinasi ideal untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga atau teman-teman.

Nostalgia Kapal Otok-Otok, Mainan Sederhana yang Tetap Berlayar di Hati

Bagi anak-anak generasi 80 hingga 90-an, kapal otok-otok adalah mainan yang lekat dengan masa kecil. Terbuat dari kaleng bekas dan dirakit secara manual, kapal mungil ini dulu sering menemani permainan di halaman rumah atau bak air. Suara khas “tok-tok-tok” yang dihasilkan saat kapal bergerak membuat mainan ini dikenal sebagai kapal otok-otok, sebuah hiburan sederhana namun penuh makna di era sebelum gawai mendominasi.

Di Curup, Bengkulu, Ardi pun masih setia menjajakan kapal otok-otok di Pasar Pagi Terminal Pasar Atas. Ia mengaku meski tak lagi sepopuler dahulu, masih ada pembeli yang mencari mainan ini untuk mengenang masa kecil. Cara kerja kapal ini pun unik. Air dimasukkan ke dalam pipa di bagian belakang, lalu sumbu berbahan kapas dan minyak goreng dinyalakan. Panas dari api mendidihkan air, menghasilkan uap yang mendorong kapal bergerak sambil mengeluarkan suara dan asap, menyerupai kapal sungguhan.

Kini, kapal otok-otok telah dijual seharga Rp15 ribu per buah. Ardi bercerita bahwa dulu ia bisa menjual puluhan dalam sehari, namun kini minat anak-anak mulai menurun karena tergeser oleh permainan digital. Winda, seorang ibu, membeli kapal tersebut agar anaknya bisa merasakan keseruan mainan masa lalu. Ia berharap anaknya tak hanya terpaku pada layar ponsel, tetapi juga mengenal permainan yang menyentuh imajinasi dan motorik.