Mainan berbentuk unik dan penuh warna ini semakin digemari anak-anak. Dari domba, naga, badak, hingga kalajengking, berbagai bentuk menarik ini bukan sekadar koleksi, tapi juga memiliki daya tarik tersendiri. Dibuat dari plastik akrilik, setiap detailnya dipotong dengan presisi menggunakan gergaji kecil agar menghasilkan bentuk yang diinginkan.
Di balik kepopuleran mainan ini, ada sosok Rifki Elang Awaludin, pemuda 23 tahun asal Leuwigajah, Kota Cimahi. Dialah yang mengembangkan dan menjual mainan yang dikenal dengan nama domba-dombaan ini.
Berawal dari Kesulitan, Berakhir dengan Kreativitas
Rifki mulai berjualan mainan ini setelah lulus SMA, tepat saat pandemi COVID-19 melanda. Kesulitan mencari pekerjaan mendorongnya mengikuti jejak sang ayah yang lebih dulu berjualan mainan serupa.
“Awalnya ikut bapak, karena waktu itu sedang cari kerja dan pandemi membuat segalanya sulit. Akhirnya saya coba berjualan,” ujar Rifki.
Dengan semangat dan ketekunan, Rifki berkeliling ke berbagai SD di Cimahi untuk menawarkan mainannya. Pola dasar mainan ini sudah dirancang oleh ayahnya, dan Rifki meneruskannya dengan berkreasi menciptakan bentuk-bentuk baru.
Dari Limbah Akrilik hingga Produk Bernilai Jual Tinggi
Di awal usahanya, Rifki memanfaatkan limbah akrilik dari percetakan dan papan reklame. “Dulu saya pakai limbah karena lebih murah, sekitar Rp8 ribu per kilo. Tapi kekurangannya warnanya hanya putih,” katanya. Kini, setelah usahanya berkembang, Rifki menggunakan akrilik baru yang lebih berkualitas dengan harga Rp45 ribu per lembar berukuran 45×45 cm.
Proses pembuatan mainan ini menggunakan alat sederhana seperti gergaji ukir, gunting, cutter, dan lem. Setiap hari, Rifki memproduksi dan menjual mainannya mulai pagi hingga siang, lalu melanjutkan proses pembuatan hingga larut malam.
“Skin Sultan”, Level Tertinggi dalam Mainan Domba-Dombaan
Meski bagi sebagian orang terlihat sederhana, bagi anak-anak mainan ini memiliki kasta tersendiri. Mulai dari bentuk dasar seharga Rp3 ribu, hingga “Skin Sultan” yang bisa mencapai Rp30 ribu atau lebih. Bentuk eksklusif seperti naga, badak, dan hiu menjadi incaran para kolektor cilik.
“Anak-anak bisa meng-upgrade mainannya, mulai dari Rp1 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Beberapa bahkan mencapai Rp500 ribu untuk satu mainan,” jelas Rifki.
Bentuk paling mahal dan sulit dibuat adalah kalajengking, yang membutuhkan waktu dan biaya lebih untuk proses modifikasinya.
Cibiran Jadi Motivasi untuk Sukses
Keunikan mainan Rifki tak hanya menarik perhatian anak-anak, tetapi juga viral di media sosial, khususnya TikTok. Meski banyak yang memuji kreativitasnya, tak sedikit pula yang mencibir usahanya.
“Komentar negatif ada saja, bahkan ada yang DM langsung. Tapi saya tidak ambil pusing, mungkin mereka belum tahu seperti apa sebenarnya,” ujar Rifki.
Terlepas dari cibiran, usaha Rifki terus berkembang. Dalam sehari, ia bisa menjual sekitar 20 mainan dengan pendapatan Rp100-200 ribu. Dengan strategi berpindah dari satu SD ke SD lain, Rifki berhasil menjadikan mainan sederhana ini sebagai sumber penghasilan yang menjanjikan.
Kisah Rifki adalah bukti bahwa kreativitas dan ketekunan dapat membawa kesuksesan. Dari limbah akrilik, ia menciptakan produk unik yang dicintai anak-anak dan menjadi simbol kegigihan dalam menghadapi tantangan.