Tag Archives: Indonesia

Mini Tapi Berharga! Ini Alasan Diecast Jadi Buruan Kolektor

Bagi sebagian orang, diecast mungkin hanya sekadar mainan. Namun, bagi para kolektor, diecast adalah bagian dari seni, sejarah, dan investasi. Istilah diecast sendiri berasal dari die casting, yaitu teknik pengecoran logam menggunakan cetakan khusus. Proses ini melibatkan pemanasan logam hingga mencair, lalu dituangkan ke dalam cetakan untuk membentuk model kendaraan miniatur yang menyerupai aslinya.

Sejarah diecast sudah dimulai sejak abad ke-20, dengan perusahaan Eropa mendominasi industri ini. Produsen asal Inggris, seperti Dinky Toys, menjadi pelopor dalam dunia diecast. Amerika Serikat juga memiliki Tootsie Toys, sementara Prancis dikenal dengan Solido. Seiring perkembangan zaman, diecast semakin berkembang dan menjadi bagian dari budaya koleksi global.

Diecast: Dari Hobi Masa Kecil hingga Koleksi Dewasa

Meski sering dianggap sebagai mainan anak-anak, faktanya diecast lebih banyak dikoleksi oleh orang dewasa. Banyak penghobi yang mengawali ketertarikan mereka sejak kecil, tetapi baru bisa mengoleksi diecast secara serius setelah memiliki penghasilan sendiri.

Bagi sebagian kolektor, hobi ini adalah bentuk nostalgia. Dulu, mungkin mereka hanya bisa melihat diecast dari balik etalase toko. Kini, mereka bisa berburu model impian mereka, baik melalui toko fisik maupun lelang online. Bahkan, ada yang rela mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan edisi langka.

Keseruan Berburu Diecast: Dari Toko hingga Lelang Online

Salah satu hal paling menarik dari hobi diecast adalah proses perburuannya. Banyak kolektor yang berburu diecast di berbagai tempat, mulai dari toko konvensional, marketplace online, hingga komunitas penghobi.

Salah satu cara yang paling menantang adalah melalui lelang online. Dalam sistem ini, kolektor harus bersaing dengan pemburu lainnya untuk mendapatkan model yang diincar. Tak jarang, muncul istilah sniper, yaitu peserta lelang yang tiba-tiba muncul di detik-detik akhir dan memenangkan diecast dengan tawaran tertinggi. Hal ini sering membuat frustrasi peserta lain yang sudah menunggu sejak awal.

Bagi yang kurang beruntung di lelang, alternatif lainnya adalah mencari diecast di lapak-lapak kolektor. Namun, harga di sini sering kali lebih mahal, terutama untuk model yang sudah langka.

Variasi Diecast: Merek, Ukuran, dan Harga

Diecast hadir dalam berbagai merek, skala, dan harga. Berikut beberapa merek populer di kalangan kolektor:

  • Hot Wheels: Salah satu merek paling terkenal yang menawarkan model dengan skala 1:64, 1:24, dan 1:18. Beberapa edisi spesial, seperti Treasure Hunt, menjadi buruan kolektor.
  • Tomica: Produksi Jepang dengan detail yang lebih halus dibandingkan Hot Wheels, terutama seri Tomica Limited Vintage yang menampilkan mobil klasik.
  • Burago & Maisto: Banyak memproduksi model dengan skala 1:24 dan 1:18, dengan detail lebih besar dan realistis.
  • Autoart: Merek premium dengan tingkat presisi tinggi, dibuat hampir menyerupai mobil asli. Harga diecast ini bisa mencapai jutaan rupiah.
  • Norev: Merek asal Prancis dengan koleksi eksklusif yang sering kali dibuat dalam jumlah terbatas dan memiliki nomor seri khusus.

Harga diecast sangat bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung pada merek, ukuran, tingkat kelangkaan, dan detailnya. Beberapa kolektor lebih memilih skala 1:64 karena lebih praktis disimpan, sementara yang lain lebih menyukai 1:24 atau 1:18 untuk tampilan yang lebih realistik.

Diecast: Antara Hobi dan Investasi

Bagi sebagian kolektor, diecast bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga investasi. Beberapa model yang diproduksi terbatas dapat mengalami kenaikan harga signifikan seiring waktu. Kolektor yang cermat bisa menjual kembali diecast mereka dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga belinya.

Saya sendiri telah mengoleksi lebih dari 100 model diecast dari berbagai merek. Meski bukan kolektor fanatik, saya menikmati proses berburu dan menambah koleksi. Saya juga memiliki lemari khusus untuk menyimpan koleksi saya agar tetap terjaga.

Selain membeli, beberapa penghobi juga memilih untuk memodifikasi diecast mereka. Ada yang mengecat ulang, mengganti ban, hingga menambahkan aksesori untuk menciptakan model yang lebih personal. Bahkan, ada pengrajin yang membuat diecast custom, sehingga menjadi satu-satunya di dunia.

Hobi yang Membawa Kebahagiaan

Seiring waktu, saya mulai mengurangi frekuensi berburu diecast karena koleksi saya sudah cukup banyak. Kini, saya lebih menikmati koleksi yang ada, sesekali membersihkan dan menatanya.

Menatap deretan diecast di lemari kaca bisa menjadi hiburan tersendiri, terutama saat merasa penat. Hobi ini tidak hanya memberikan kesenangan, tetapi juga mempertemukan saya dengan banyak teman baru di komunitas kolektor.

Bagi yang ingin mencoba hobi ini, mulailah dengan mengoleksi model yang benar-benar disukai. Jangan terlalu tergoda dengan tren atau harga tinggi. Nikmati setiap prosesnya, karena sesungguhnya, di situlah letak keseruannya. 🚗✨

Action Figure Karya Mikhael Yusak, Kreasi Lokal yang Mendunia

Mikhael Yusak Wirawan, seorang pria asal Sawojajar, Kota Malang, telah meraih kesuksesan yang tak terduga dalam industri pembuatan action figure. Karya-karya ciptaannya, terutama karakter-karakter superhero terkenal, telah menarik perhatian dunia. Namun, siapa sangka jika perjalanan sukses Mikhael dimulai dari sebuah mimpi kecil yang lahir di tengah keterbatasan.

Dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, Mikhael mengaku bahwa sejak kecil ia tak mampu membeli mainan atau action figure yang menjadi impiannya. “Dulu, saya tidak pernah bisa membeli mainan karena keterbatasan ekonomi,” ujarnya saat berbincang pada Senin (6/1/2025). Walau demikian, keterbatasan tersebut justru menjadi bahan bakar bagi Mikhael untuk mengejar impian dan mengubah hobi menggambarnya menjadi sesuatu yang lebih besar.

Kecintaan Mikhael terhadap komik sejak kecil mendorongnya untuk mulai berkreasi membuat action figure. Pada 2016, ia memutuskan untuk mengembangkan hobinya menjadi sebuah usaha. Dengan modal nekat dan tekad yang kuat, Mikhael mulai belajar membuat aksesoris karakter superhero, berawal dari desain dan imajinasi yang dia tuangkan melalui tangan kreatifnya.

Melalui proses panjang penuh coba-coba, Mikhael akhirnya berhasil mendirikan rumah produksi bernama MY Enterprise. Di rumah produksi ini, ia tak bekerja sendirian. Mikhael merekrut dua teman untuk membantunya mewujudkan impian besar tersebut. Kini, setiap bulan mereka mampu memproduksi sekitar 50 unit aksesori action figure dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp 350 ribu hingga Rp 8 juta per karakter.

Yang lebih membanggakan lagi, hampir 80% dari hasil produksi MY Enterprise berhasil menembus pasar internasional, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Jepang. Mikhael menceritakan bahwa banyak peminat dari luar negeri yang mengenal produk karyanya lewat platform media sosial seperti Instagram dan Facebook. “Mereka sering tertarik dengan diorama base untuk karakter seperti Batman atau Spiderman,” ujar Mikhael, yang bangga karya-karyanya diminati oleh para kolektor global.

Tak hanya karya action figure karakter superhero dari Marvel dan DC, Mikhael juga menciptakan action figure dari tokoh lokal seperti Gundala dan Gatotkaca. Setiap produk yang diciptakan melalui MY Enterprise diawasi dengan ketelitian tinggi. Mikhael menjelaskan bahwa proses pembuatan dimulai dari desain digital, yang kemudian dicetak menggunakan printer 3D. Selanjutnya, bahan seperti resin atau fiber glass digunakan untuk mencetak figur-figur tersebut.

Selain itu, tahap pengamplasan dan pewarnaan dilakukan secara teliti, untuk memastikan setiap detailnya sesuai dengan karakter aslinya. “Kami sangat fokus pada detail, dari desain hingga finishing, agar hasilnya sempurna. Akurasi dan ketelitian dalam pekerjaan kami sangat penting untuk menjaga kualitas,” ungkap Mikhael.

Kesuksesan yang diraih Mikhael Yusak Wirawan ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang memiliki mimpi namun terbatas oleh kondisi. Melalui kerja keras, ketekunan, dan kreativitas, Mikhael telah membuktikan bahwa dari sebuah mimpi, segala sesuatu bisa menjadi kenyataan. Kini, karya-karyanya tak hanya menginspirasi di dalam negeri, tetapi juga di seluruh dunia.

Manga Yotsuba: 7 Koleksi Penuh Tawa yang Wajib Dibaca!

Yotsuba&! atau lebih akrab disebut Yotsuba, adalah salah satu manga komedi yang sudah menemani penggemarnya sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2003. Karya dari mangaka terkenal, Kiyohiko Azuma, ini memiliki pesona unik yang membuatnya tetap populer hingga saat ini. Bagi penggemar manga komedi, Yotsuba adalah nama yang tak asing lagi, terlebih karena Azuma juga dikenal lewat karya komedinya yang lain, Azumanga Daioh.

Baru-baru ini, tujuh orang penggemar Yotsuba memamerkan koleksi pribadi mereka yang membuat siapa pun yang melihatnya terkagum-kagum. Apa yang mereka tampilkan? Koleksi yang luar biasa dengan jumlah manga yang masif hingga figur-figur karakter dari Yotsuba yang menjadi bagian dari koleksi mereka. Mari simak lebih lanjut koleksi mereka yang tak hanya menarik, tetapi juga mengungkapkan betapa besar kecintaan mereka pada manga ini.

  1. Dominasi Karakter Yotsuba
    Koleksi ini jelas didominasi oleh figur Yotsuba yang menjadi tokoh utama dalam manga ini. Kolektor ini memiliki banyak sekali figur Yotsuba dalam berbagai bentuk dan pose, yang mengisi setiap sudut rak mereka. Tak hanya satu atau dua, namun puluhan figur Yotsuba terpajang rapi di rak koleksi mereka.
  2. Yotsuba Terbang dengan Payung
    Salah satu figur menarik yang ada dalam koleksi ini adalah Yotsuba yang digambarkan terbawa angin sambil memegang payung. Figur ini sangat lucu dan menggemaskan, memperlihatkan sisi ceria Yotsuba yang khas.
  3. Varian Koleksi yang Beragam
    Tidak hanya Yotsuba, koleksi ini juga mencakup manga lainnya seperti SPY x FAMILY dan Komi Can’t Communicate. Kolektor ini tidak hanya fokus pada satu manga, tetapi juga mengoleksi manga populer lainnya, membuat rak mereka semakin beragam dan menarik.
  4. Mug Yotsuba yang Menggoda
    Tentu saja, selain figur, ada pula koleksi barang-barang unik seperti mug dengan gambar Yotsuba. Walau ada yang sempat tergoda untuk fokus pada mug ini, secara keseluruhan koleksi mereka tetap memukau dan sangat mengesankan.
  5. Kombinasi Yotsuba dan Umaru-chan
    Di rak bagian atas, kolektor ini menyimpan figur-figur Yotsuba, sementara di bawahnya ada figur Umaru-chan, karakter dari manga Himouto! Umaru-chan. Kombinasi ini membuat koleksi mereka semakin kaya dan menunjukkan kecintaan mereka pada berbagai karya manga.
  6. Figur Raksasa Yotsuba dan Karakter Lain
    Selain figur Yotsuba berukuran normal, ada juga figur raksasa Yotsuba yang menjadi sorotan utama koleksi ini. Tak hanya itu, karakter lain seperti Fuuka dan Ena Ayase juga turut menghiasi koleksi mereka, bahkan figur dari Danbo juga ada di sana.
  7. Koleksi Manga Lengkap
    Sebagai penutup, koleksi ini juga mencakup semua volume manga Yotsuba, yang totalnya mencapai 15 volume. Koleksi manga ini menjadi bukti nyata betapa seriusnya penggemar ini dalam mengikuti seri Yotsuba.

Bagi penggemar Yotsuba, koleksi seperti ini tentu akan membuat mereka terkagum-kagum. Selain figur-figur karakter Yotsuba, koleksi mereka juga mencakup barang-barang lain yang menunjukkan betapa beragamnya kecintaan mereka pada manga karya Kiyohiko Azuma. Siapa yang tidak ingin memiliki koleksi serupa?

Tren Baru! Domba-dombaan Jadi Mainan Favorit Bocah SD di Cimahi

Mainan berbentuk unik dan penuh warna ini semakin digemari anak-anak. Dari domba, naga, badak, hingga kalajengking, berbagai bentuk menarik ini bukan sekadar koleksi, tapi juga memiliki daya tarik tersendiri. Dibuat dari plastik akrilik, setiap detailnya dipotong dengan presisi menggunakan gergaji kecil agar menghasilkan bentuk yang diinginkan.

Di balik kepopuleran mainan ini, ada sosok Rifki Elang Awaludin, pemuda 23 tahun asal Leuwigajah, Kota Cimahi. Dialah yang mengembangkan dan menjual mainan yang dikenal dengan nama domba-dombaan ini.

Berawal dari Kesulitan, Berakhir dengan Kreativitas

Rifki mulai berjualan mainan ini setelah lulus SMA, tepat saat pandemi COVID-19 melanda. Kesulitan mencari pekerjaan mendorongnya mengikuti jejak sang ayah yang lebih dulu berjualan mainan serupa.

“Awalnya ikut bapak, karena waktu itu sedang cari kerja dan pandemi membuat segalanya sulit. Akhirnya saya coba berjualan,” ujar Rifki.

Dengan semangat dan ketekunan, Rifki berkeliling ke berbagai SD di Cimahi untuk menawarkan mainannya. Pola dasar mainan ini sudah dirancang oleh ayahnya, dan Rifki meneruskannya dengan berkreasi menciptakan bentuk-bentuk baru.

Dari Limbah Akrilik hingga Produk Bernilai Jual Tinggi

Di awal usahanya, Rifki memanfaatkan limbah akrilik dari percetakan dan papan reklame. “Dulu saya pakai limbah karena lebih murah, sekitar Rp8 ribu per kilo. Tapi kekurangannya warnanya hanya putih,” katanya. Kini, setelah usahanya berkembang, Rifki menggunakan akrilik baru yang lebih berkualitas dengan harga Rp45 ribu per lembar berukuran 45×45 cm.

Proses pembuatan mainan ini menggunakan alat sederhana seperti gergaji ukir, gunting, cutter, dan lem. Setiap hari, Rifki memproduksi dan menjual mainannya mulai pagi hingga siang, lalu melanjutkan proses pembuatan hingga larut malam.

“Skin Sultan”, Level Tertinggi dalam Mainan Domba-Dombaan

Meski bagi sebagian orang terlihat sederhana, bagi anak-anak mainan ini memiliki kasta tersendiri. Mulai dari bentuk dasar seharga Rp3 ribu, hingga “Skin Sultan” yang bisa mencapai Rp30 ribu atau lebih. Bentuk eksklusif seperti naga, badak, dan hiu menjadi incaran para kolektor cilik.

“Anak-anak bisa meng-upgrade mainannya, mulai dari Rp1 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Beberapa bahkan mencapai Rp500 ribu untuk satu mainan,” jelas Rifki.

Bentuk paling mahal dan sulit dibuat adalah kalajengking, yang membutuhkan waktu dan biaya lebih untuk proses modifikasinya.

Cibiran Jadi Motivasi untuk Sukses

Keunikan mainan Rifki tak hanya menarik perhatian anak-anak, tetapi juga viral di media sosial, khususnya TikTok. Meski banyak yang memuji kreativitasnya, tak sedikit pula yang mencibir usahanya.

“Komentar negatif ada saja, bahkan ada yang DM langsung. Tapi saya tidak ambil pusing, mungkin mereka belum tahu seperti apa sebenarnya,” ujar Rifki.

Terlepas dari cibiran, usaha Rifki terus berkembang. Dalam sehari, ia bisa menjual sekitar 20 mainan dengan pendapatan Rp100-200 ribu. Dengan strategi berpindah dari satu SD ke SD lain, Rifki berhasil menjadikan mainan sederhana ini sebagai sumber penghasilan yang menjanjikan.

Kisah Rifki adalah bukti bahwa kreativitas dan ketekunan dapat membawa kesuksesan. Dari limbah akrilik, ia menciptakan produk unik yang dicintai anak-anak dan menjadi simbol kegigihan dalam menghadapi tantangan.

Gonggi Jadi Trending, Permainan Anak Korea yang Dikenalkan lewat Squid Game 2

Permainan tradisional Korea yang disebut Gonggi telah mencuri perhatian dunia setelah tampil dalam sekuel populer Netflix, Squid Game 2. Dalam episode terbaru, Squid Game memperkenalkan sejumlah permainan rakyat Korea, termasuk Ddakji (melempar ubin), Biseokchigi (mengetuk menara batu), Gonggi (jack), Paengichigi (memutar gasing), dan Jegichagi (menendang shuttlecock). Dari semua permainan yang diperkenalkan, Gonggi menjadi yang paling banyak menarik perhatian berkat kesederhanaan namun keterampilan yang dibutuhkan.

Kepopuleran Gonggi di Dunia

Gonggi, yang dimainkan dengan lima batu kecil, mendadak viral di seluruh dunia, terutama setelah ditampilkan dalam adegan tertentu di Squid Game 2. Salah satu momen yang sangat viral menunjukkan karakter Kang Dae Ho, yang diperankan oleh Kang Ha Neul, seorang mantan marinir, dengan terampil memainkan permainan tersebut. Adegan ini menjadi hit besar di media sosial, terutama TikTok, di mana video yang menampilkan keterampilan Gonggi telah mendapatkan lebih dari 10,31 juta penayangan. Video-video ini mendorong banyak orang untuk mencoba permainan tradisional ini di rumah.

Peningkatan Minat Terhadap Gonggi

Di YouTube, video tutorial berjudul “Cara Bermain Gonggi” yang sudah ada selama empat tahun, mengalami lonjakan penayangan. Ratusan komentar baru mulai muncul, kebanyakan dari pemirsa yang baru mengenal permainan ini setelah menonton Squid Game 2. Salah satu daya tarik utama permainan ini adalah aturan yang cukup rumit, yang terdiri dari lima tahap permainan yang menguji ketangkasan dan ketepatan. Pemain harus melempar satu batu ke udara, mengambil batu lainnya, dan menangkap batu pertama sebelum jatuh, serta menjaga agar batu tidak mengganggu satu sama lain. Salah satu pemirsa YouTube mengungkapkan, “Saya sangat bingung melihat seberapa cepat permainan itu dimainkan. Saya perlu menonton ulang adegan Gonggi beberapa kali untuk memahami aturannya.”

Lonjakan Penjualan Set Gonggi dan Permainan Serupa di Dunia

Kepopuleran Gonggi juga memicu peningkatan tajam dalam penjualan set permainan ini. Platform e-commerce seperti Amazon mencatatkan lonjakan permintaan dalam sebulan terakhir. Di Reddit, pengguna mulai berbagi pengalaman dan rekomendasi untuk membeli set Gonggi, dengan beberapa mengungkapkan menemukan satu set seharga $8 di Amazon. Kehebohan ini juga mendorong orang-orang untuk membagikan permainan serupa dari negara mereka masing-masing. Di Filipina, permainan yang mirip dengan Gonggi disebut Jackstone, sedangkan di Kazakhstan ada Bes Tas, dan di Malaysia terdapat Batu Seremban. Meski nama dan beberapa aturan mungkin sedikit berbeda, inti dari permainan ini sangat mirip di banyak negara, menciptakan jembatan budaya yang menarik antara berbagai masyarakat di dunia.

Dengan popularitas yang terus berkembang, Gonggi telah menunjukkan bagaimana sebuah permainan tradisional bisa meraih perhatian internasional berkat pengaruh media modern seperti Squid Game 2. Seiring dengan meningkatnya minat terhadap permainan ini, kemungkinan besar kita akan melihat lebih banyak orang mencoba Gonggi di rumah atau bahkan mengadakan turnamen kecil-kecilan di komunitas mereka.

Mainan Hot Wheels Jeep Rubicon Mario Dandy Viral, Warganet: Ide Hampers yang Keren!

Para penggemar mainan mobil Hot Wheels berskala 1:64 baru-baru ini dihebohkan dengan kemunculan mainan unik yang menggambarkan Jeep Rubicon edisi Mario Dandy. Penemuan mainan ini mencuri perhatian banyak orang, terutama setelah foto-foto mainan tersebut dibagikan di media sosial. Dalam unggahan yang diposting oleh akun Instagram @winsonreynaldi, terlihat gambar Hot Wheels yang menampilkan Mario Dandy berpose di depan mobil Jeep Rubicon, lengkap dengan tambahan police line berwarna kuning yang menambah kesan eksklusif dan misterius pada mainan tersebut.

Kehadiran mobil mainan ini langsung memicu rasa penasaran warganet yang bertanya-tanya tentang asal-usul Jeep Rubicon edisi Mario Dandy. Salah satu pengguna media sosial dengan cepat bertanya, “Beli di mana bang Rubicon-nya?” Merespons pertanyaan itu, @winsonreynaldi dengan santai menjawab melalui fitur Instagram Story, “Emang harus nyaris ke pasar baru plosok,” sambil menambahkan bahwa jika ingin membeli pun sepertinya sudah terlambat, karena mainan tersebut tercatat sebagai item “1/1” yang berarti hanya ada satu unit yang diproduksi dan disebut sebagai barang langka. Ia pun menyebutkan bahwa ini adalah keberuntungan besar baginya.

Jawaban tersebut justru semakin memicu rasa penasaran warganet, yang tak hanya melontarkan pertanyaan lebih lanjut, tetapi juga mengajukan tawaran untuk membeli mainan tersebut. Berbagai komentar pun bermunculan, mulai dari komentar lucu seperti “Surat-surat atas nama sendiri? Atau atas nama bapa?” hingga pernyataan yang menilai mainan tersebut sebagai “Legendary Item”. Ada pula yang dengan bercanda berkata, “Ya beli nya pake uang ayah” dan bahkan ada yang memberikan komentar satir seperti, “Beli nya pake uang pajak apa we?” dengan menambahkan, “Gpp lah cuma dapat beli mobil Rubicon mainan, kalau beli yang asli harus dari duit pajak rakyat dulu, ngab.”

Di luar kegembiraan dan tawa yang ditimbulkan oleh mainan Hot Wheels tersebut, perhatian publik juga tidak bisa lepas dari peristiwa yang melibatkan Mario Dandy, yang kini sedang menghadapi proses hukum atas kasus penganiayaan terhadap David Ozora. Mario Dandy, bersama dengan Shane Lukas, yang juga terlibat dalam insiden tersebut, kini mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. Keduanya dikabarkan dalam kondisi tertekan, hal ini diungkapkan oleh ayah David Ozora, Jonathan Latumahina. Melalui akun Twitter-nya, Jonathan mengungkapkan bahwa kedua tersangka sering kali teriak-teriak di dalam sel dan tidak bisa menahan emosi mereka, bahkan hingga menangis.

Jonathan juga menambahkan bahwa banyak fakta yang belum terungkap ke publik, dan ia berharap semuanya bisa dibuka di sidang yang akan datang. “Sidang selanjutnya live dong, kan mereka bukan anak-anak,” ujarnya, menegaskan bahwa kedua tersangka sudah berusia di atas 17 tahun dan sidang mereka harus dilakukan secara terbuka. Sementara itu, pengacara keluarga David, Mellisa Anggarini, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait hal tersebut, karena ia mengaku belum mengetahui informasi yang lebih jelas tentang kondisi Mario Dandy dan Shane Lukas.

Kisah ini tidak hanya menyentuh dunia mainan Hot Wheels yang penuh dengan keunikan, tetapi juga memperlihatkan sisi lain dari kehidupan nyata yang penuh dengan drama hukum dan emosi. Dengan dua cerita yang berbeda namun sama-sama menarik, baik tentang mobil mainan yang langka maupun ketegangan yang terjadi di ruang sidang, publik terus mengikuti perkembangan keduanya.

POP MART Indonesia Luncurkan Toko Terbesar, Lengkap dengan Koleksi Menarik

POP MART Indonesia kembali memperkuat keberadaannya di Tanah Air dengan meresmikan gerai ketiganya yang juga merupakan yang terbesar hingga saat ini. Terletak di Pusat Perbelanjaan Kota Kasablanka, Lantai Upper Ground, gerai seluas 174 meter persegi ini semakin menegaskan komitmen POP MART untuk mendukung kreativitas dan komunitas kolektor designer toy di Indonesia. Dengan hadirnya toko baru ini, para penggemar dapat menikmati berbagai koleksi unik, termasuk area khusus untuk THE MONSTERS, yang mencakup karakter ikonik, LABUBU.

Sebagai bagian dari perayaan pembukaan, POP MART menghadirkan area interaktif bertajuk “Love Is A Blind Box” yang dapat dinikmati pengunjung di Fashion Atrium Kota Kasablanka, hanya satu lantai di bawah gerai baru. Dimulai pada 21 Februari dan berlangsung hingga 16 Maret, area seluas 310 meter persegi ini menawarkan instalasi menarik yang terinspirasi oleh seri POP MART CRYBABY Crying For Love. Di sana, pengunjung bisa menikmati pengalaman unik dengan photobox bertema CRYBABY, mengikuti berbagai permainan seru, dan berkesempatan memenangkan hadiah eksklusif dari POP MART. Selain itu, pengunjung juga bisa mencicipi minuman spesial GONG CHA X PINO JELLY. Akses ke area ini sepenuhnya gratis.

Untuk memastikan kenyamanan dan keamanan pengunjung selama perayaan, POP MART Indonesia memberlakukan sistem e-ticketing untuk toko di lantai UG antara 21 hingga 23 Februari. Pengunjung yang ingin masuk dapat memperoleh e-ticket secara online melalui akun Instagram resmi POP MART. Setelah tanggal 23 Februari, toko akan terbuka untuk umum tanpa memerlukan e-ticket.

“Kami mengundang semua kolektor, penggemar, maupun mereka yang baru mengenal POP MART untuk datang dan merasakan sendiri keasyikan berbelanja di dunia desain mainan yang penuh warna ini. Pembukaan gerai ini adalah bentuk penghargaan kami terhadap budaya, seni, dan kreativitas para penggemar serta kolektor designer toys,” ujar Stefani Irwan, Head of Marketing POP MART Indonesia.

Luncurkan Honda Civic EG Diecast, Hot Wheels Tawarkan Edisi Super Langka!

PT Honda Prospect Motor (HPM) dan PT Mattel Indonesia telah merilis diecast Hotwheels Honda Civic EG alias Estilo di pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2024. Mobil-mobilan tersebut masuk dalam kategori convention car yang super langka!
Yulian Karfili selaku Communication Strategy Sub-Division Head PT Honda Prospect Motor mengaku bangga, Honda Civic EG bisa terpilih sebagai diecast dengan status convention car kedua di Indonesia. Kategori tersebut merupakan kasta tertinggi dalam skena Hot Wheels di dunia.

“Honda sangat bangga bisa menjadi bagian dari koleksi spesial mobil-mobil legendaris Hot Wheels, terutama Honda Civic yang telah sangat dekat dengan konsumen di berbagai negara, termasuk di Indonesia,” ujar Yulian Karfili di ICE BSD, Tangerang Selatan, Sabtu (20/7).

“Kolaborasi ini menjadi pengakuan bahwa produk-produk Honda bukan hanya menjadi mobil pilihan konsumen dari masa ke masa, tetapi bahkan menjadi bagian dari kultur pecinta mobil mulai dari anak-anak hingga dewasa,” tambahnya.

Sementara Radithya Pradana selaku Brand Manager Vehicles Category Mattel Asia Tenggara memastikan, Hotwheels Honda Civic EG akan menjadi buruan kolektor di Indonesia. Bahkan, bukan mustahil, harga jual kembalinya akan berkali-kali lipat.

“Kami yakin, kolaborasi bersama Honda kali ini berupa diecast Hot Wheels Honda Civic EG 2024 Convention Car skala 1:64 dapat membawa kesenangan dan membangkitkan impian dari setiap orang,” ungkapnya.

Sayangnya, baik Honda dan Mattel tak mengungkap berapa harga Hotwheels Honda Civic EG di Indonesia. Pengumuman harga dan pemesanan produk akan dilakukan di Diecast Expo pada Oktober 2024 mendatang. Sementara kuota yang tersedia hanya sedikit.

“Kita tidak bisa sebut angkanya, tapi yang jelas ribuan kecil. Stoknya memang sangat sangat terbatas,” kata Radit.

Khusus di booth Honda pada ajang GIIAS kali ini, Honda bersama Hot Wheels juga menampilkan versi 1:1 dari Honda Civic EG Special Edition yang dirancang serupa dengan versi diecast-nya. Sehingga konsumen dapat melihat dan menikmati Honda Civic EG serta berbagai produk Honda yang diabadikan menjadi diecast.

Bagi konsumen Honda yang melakukan SPK berkesempatan mendapatkan diecast Honda S2000 eksklusif dan lima pengunjung yang melakukan transaksi pembelian mobil di Booth Honda akan mendapat kesempatan membeli Hot Wheels Honda Civic EG 2024 skala 1:64 pada Oktober mendatang di Indonesia Diecast Expo.

Misi Memori: Berburu Karakter Pokemon hingga Labubu

Di balik tren koleksi figur mainan, ternyata terdapat fenomena menarik yang melibatkan kalangan dewasa muda. Bukan hanya anak-anak, namun generasi muda yang sudah memasuki usia dewasa turut memburu berbagai koleksi mainan yang dulu hanya menjadi kenangan masa kecil. Fenomena ini dikenal dengan istilah kidult, di mana orang dewasa yang masih menyukai mainan seakan kembali menghidupkan kenangan masa kecil mereka melalui koleksi tersebut.

Seiring berjalannya waktu, koleksi mainan pun berkembang menjadi lebih dari sekadar hobi. Beberapa kolektor menganggap barang-barang tersebut sebagai investasi sekaligus sarana untuk mengekspresikan kecintaan terhadap karakter-karakter favorit mereka, seperti dari film, komik, atau bahkan game. Misalnya, figur-figur seperti karakter dari Pokemon, One Piece, Star Wars, Lego, hingga Hot Wheels menjadi favorit banyak kolektor dewasa muda yang ingin memiliki replika dari karakter yang mereka idolakan.

Momen Mengulang Kembali Memori Masa Kecil

Bagi banyak kolektor, membeli mainan bukan hanya soal barang, tapi lebih kepada nostalgia dan kenangan masa kecil yang ingin mereka ulang. Bobby Putra Santosa (31), seorang kreator konten asal Jakarta, adalah salah satu contoh kolektor yang kembali mengumpulkan figur-figur mainan sejak empat tahun lalu. “Saya bisa membeli mainan ini dengan uang hasil kerja keras sendiri, yang dulu nggak bisa saya dapatkan waktu kecil,” katanya. Salah satu koleksi favorit Bobby adalah Kinoman Warriors, mainan kecil yang awalnya hanya didapatkan sebagai hadiah dari permen Kinoman. Pada era 2000-an, harga permen Kinoman sangat murah, namun kini satu seri action figure bisa dijual hingga Rp 12 juta.

Tidak hanya mengumpulkan barang-barang lawas, Bobby juga menyempatkan diri untuk memesan figur-figur edisi terbatas yang sering kali hanya diproduksi untuk merayakan ulang tahun karakter tertentu. “Biasanya untuk barang-barang edisi khusus, saya harus pre-order. Kalau tidak, bisa saja kehabisan,” tambah Bobby yang juga mengungkapkan bahwa ia bisa menghabiskan Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan untuk melengkapi koleksinya.

Dari Hobi ke Bisnis

Selain Bobby, pasangan suami-istri Michael Brahmantya (30) dan Monica Galuh (28) juga turut serta dalam fenomena ini. Mereka mengoleksi beragam barang bertemakan Pokemon, mulai dari figurine hingga gantungan kunci. Monica mengungkapkan bahwa kegemarannya mengoleksi barang-barang lucu dan menggemaskan memberi warna tersendiri dalam hidupnya. “Kehadiran mainan ini menambah kebahagiaan dalam hidup, dan bisa lebih menghargai hal-hal kecil,” ujarnya.

Menariknya, banyak kolektor seperti Brahm yang tidak hanya membeli untuk koleksi pribadi, tetapi juga untuk dijadikan konten di media sosial. Mainan-mainan mereka sering kali muncul dalam video unboxing atau bahkan menjadi objek pemanis dalam konten lainnya. “Jadi, tidak hanya dipajang, beberapa koleksi bisa dijual lagi jika dibutuhkan,” kata Brahm. Sehingga, koleksi mainan pun menjadi lebih dari sekadar hobi, melainkan juga sebuah peluang untuk menciptakan konten yang menarik di dunia maya.

Pop Mart dan Tren “Labubu” yang Kian Menjadi Primadona

Di luar koleksi figur lawas, fenomena kidult juga diramaikan dengan hadirnya karakter-karakter baru yang dibuat oleh perusahaan mainan asal China, Pop Mart. Salah satu karakter paling laris adalah Labubu, seorang peri kelinci dengan rambut pastel dan gigi tajam seperti monster. Karakter ini, bersama beberapa figur unik lainnya, hadir dalam bentuk blind box atau kotak rahasia yang membuat kolektor tidak tahu figur apa yang akan mereka dapatkan. Dengan harga yang bervariasi, produk Labubu laris manis dan bahkan menjadi tren di kalangan kolektor muda.

Fenomena ini semakin populer dengan adanya dukungan dari selebritas internasional seperti Lisa dan Rose dari Blackpink yang memperkenalkan Labubu melalui media sosial mereka. Tren ini merambah ke Indonesia, dengan banyaknya penggemar yang rela antre panjang untuk membeli figur tersebut. Harga Labubu bervariasi mulai dari Rp 136 ribu hingga Rp 1,45 juta, tergantung pada jenis dan kelangkaannya. Hal ini semakin mempertegas bahwa koleksi mainan bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan bentuk investasi.

Kidult: Kembali Menghargai Kenangan dan Mengisi Kekosongan Hidup

Fenomena kidult ini muncul seiring dengan perubahan gaya hidup dewasa muda yang lebih mandiri secara finansial. Di tengah kehidupan yang sibuk dan kadang penuh tekanan, banyak orang dewasa yang mencari cara untuk kembali menikmati hal-hal sederhana yang menyenangkan, seperti mengoleksi mainan. Beberapa dari mereka bahkan menganggap bahwa membeli mainan adalah cara untuk mengisi kekosongan hidup dan merayakan kebahagiaan yang mereka rasakan saat ini.

Menurut firma riset NPD, kelompok kidult ini tumbuh pesat, terutama di kawasan Asia Tenggara, yang dipicu oleh urbanisasi dan meningkatnya pendapatan. Dalam laporan Euromonitor International, pasar mainan dewasa diprediksi akan terus berkembang, dan para kidult diperkirakan akan tetap mendominasi industri ini. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun usia semakin bertambah, tidak ada yang bisa menghalangi kecintaan terhadap hal-hal yang membawa kebahagiaan di masa kecil.

Dengan potensi pasar yang besar dan semakin berkembangnya berbagai koleksi mainan, para kidult ini terus menciptakan tren baru dan menjadi target pasar yang menguntungkan bagi produsen mainan di seluruh dunia. Jadi, apakah Anda juga termasuk dalam generasi yang kembali berburu mainan favorit masa kecil?

Kolektor Mainan Aldo Bangun Museum Tertua di Bandung

Museum 198X bukan sekadar tempat yang menyimpan barang-barang koleksi mainan, melainkan sebuah usaha panjang dari Aldo Ikhwanul Khalid untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap mainan. Aldo, yang sejak kecil sudah memiliki ketertarikan terhadap dunia mainan, bercerita tentang perjalanannya sebagai kolektor dan pemilik museum ini.

Aldo mengungkapkan bahwa kecintaannya pada mainan dimulai sejak kecil, ketika ia membeli mainan pertamanya, yaitu Irongear. Namun, saat beranjak remaja, ia sempat meninggalkan hobinya itu dan fokus pada kegiatan lainnya. Seiring waktu, minatnya terhadap mainan muncul kembali saat ia menjadi mahasiswa tingkat akhir. Keinginannya untuk mengoleksi mainan muncul setelah dirinya mengunjungi sebuah toko kecil yang menjual berbagai model kit dan barang-barang koleksi dari Hongkong dan Thailand. Dari sinilah ide untuk membuka toko mainan khusus bagi kolektor dan pehobi muncul dalam pikirannya.

“Saya ingat betul saat itu saya menghabiskan waktu lama di toko kecil tersebut. Walau tempatnya sempit, saya merasa betah. Setelah berbincang dengan teman-teman, kami pun sepakat untuk membuka toko mainan. Dari situ lahir Zero Toys,” ujar Aldo.

Zero Toys dibuka di kediaman orang tua Aldo yang terletak di Jalan Sunda, Kota Bandung. Toko ini mengkhususkan diri dalam menjual mainan untuk kolektor dan pehobi, sesuatu yang tidak biasa di pasaran saat itu. Keberadaan toko ini pun menarik perhatian banyak kolektor dan komunitas, hingga akhirnya berkembang pesat meskipun harus bersaing dengan beberapa toko sejenis di Bandung. Seiring berjalannya waktu, Zero Toys berhasil membangun Museum 198X, tempat yang kini menjadi tujuan para penggemar dan kolektor mainan.

Awal berdirinya Zero Toys dilakukan dengan sistem konsinyasi, di mana tidak hanya koleksi pribadi Aldo yang dijual, namun juga mainan-mainan lawas milik kolektor lainnya yang menitipkan barangnya di toko tersebut. “Semua barang yang ada di toko merupakan titipan dari teman-teman kolektor,” tambah Aldo.

Seiring berkembangnya waktu, komunitas kolektor mainan antik pun mulai terbentuk, yang pada gilirannya mengubah cara pandang masyarakat terhadap dunia mainan. Dulu, jika seseorang mengungkapkan minatnya mengoleksi mainan, sering kali dianggap kekanak-kanakan. Namun, sekarang, hobi mengoleksi action figure atau mainan lainnya telah diterima dengan baik oleh masyarakat. “Dulu kalau kenalan sama seseorang dan bilang koleksi mainan, pasti dianggap kekanak-kanakan. Sekarang, jika bilang koleksi action figure, banyak yang paham dan menerima,” jelas Aldo.

Pada tahun 2003, skena mainan di Bandung semakin berkembang, terutama dengan maraknya penjualan model kit seperti Gundam, yang saat itu menjadi sangat populer. Zero Toys pun ikut serta dalam tren ini dengan menjual berbagai model kit dan mainan vintage yang banyak dicari kolektor.

Pada tahun 2008, Aldo akhirnya memutuskan untuk membangun Museum 198X secara perlahan, tempat di mana koleksi mainan yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun dapat dinikmati oleh publik. Museum ini membuka pintunya untuk pengunjung setiap akhir pekan, dan Aldo sendiri menjadi pemandu bagi setiap orang yang datang. Dengan pengetahuan yang mendalam tentang setiap koleksi, ia menjelaskan sejarah dan nilai dari setiap mainan yang ada di museum tersebut. “Kami memulai museum ini karena dulu kami sering berburu barang-barang vintage untuk dijual. Namun semakin sulit mendapatkan barang-barang tersebut, sehingga akhirnya kami memutuskan untuk menjadikannya koleksi pribadi yang bisa dinikmati banyak orang,” kata Aldo.

Koleksi yang ada di Museum 198X berasal dari tiga sumber utama: pertama, kolektor pribadi yang memiliki mainan lama, kedua, toko-toko tua yang menjual mainan lawas, dan ketiga, toko loak atau pameran mainan. Aldo mengungkapkan bahwa mainan yang ada di museum ini sudah berusia sekitar 35 hingga 40 tahun, dan nilai historisnya sangat tinggi. “Mainan di sini memiliki nilai yang setara dengan barang antik. Semua koleksi ini berasal dari Indonesia, dan tidak ada yang kami cari dari luar negeri,” ujar Aldo.

Melalui Museum 198X, Aldo berharap bisa mengedukasi masyarakat bahwa mainan bukan sekadar barang untuk anak-anak, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting. Dengan segala perjuangannya, Aldo berhasil mengubah pandangan banyak orang tentang dunia koleksi mainan.