Tag Archives: Permainan Anak

Mainan Hits Era 90-an yang Kini Langka dan Harganya Melonjak

Pada era 90-an, ketika teknologi digital belum semarak seperti sekarang, anak-anak akrab dengan berbagai permainan yang menjadi tren di masanya. Beberapa mainan yang dulunya mudah ditemukan di toko atau supermarket kini justru sulit dicari akibat pergeseran tren serta maraknya permainan digital. Namun, banyak orang yang masih merasa nostalgia dan ingin merasakan kembali keseruan memainkan mainan-mainan tersebut.

Salah satu mainan legendaris adalah Tamagotchi, yang dikembangkan oleh Bandai di Jepang dan sempat populer di awal 2000-an. Mainan ini memungkinkan pemain untuk merawat hewan peliharaan virtual melalui perangkat berbentuk telur dengan layar kecil. Tamagotchi perlu diberi makan, diajak bermain, dan dirawat layaknya hewan sungguhan. Kini, mainan ini semakin langka di toko fisik dan hanya tersedia di e-commerce dengan harga mulai dari Rp300 ribu hingga Rp500 ribu untuk versi terbaru.

Game Boy juga menjadi ikon di zamannya sebagai konsol genggam besutan Nintendo. Banyak permainan populer seperti Super Mario Land dan Tetris yang membuatnya digemari. Di Indonesia, Game Boy lebih dikenal dalam bentuk Brick Game atau Gamebot yang menawarkan permainan sederhana seperti tetris. Meski terbatas, anak-anak dulu sangat menikmati permainan ini. Saat ini, Gamebot masih bisa ditemukan di e-commerce dengan harga sekitar Rp99 ribu.

Mainan lain yang populer adalah balon tiup, yang sering dijual di warung sekolah dan menjadi kesenangan tersendiri bagi anak-anak. Balon ini dapat ditiup hingga membesar, dan jika bocor, cukup ditutup dengan jari. Dulu harganya sangat murah dan mudah didapat, tetapi kini lebih sering dijual di e-commerce dengan harga sekitar Rp7 ribu per kotak isi 32 buah.

Tamiya juga menjadi favorit anak-anak pada masanya, terutama karena pengaruh serial anime yang membuatnya semakin digemari. Pada era 90-an, harga Tamiya masih di bawah Rp50 ribu, meski bagi sebagian anak-anak tetap tergolong mahal. Kini, mainan ini semakin sulit ditemukan di toko fisik dan hanya tersedia di e-commerce dengan kisaran harga Rp50 ribu hingga Rp100 ribu.

Mainan-mainan ini mungkin sudah langka, tetapi kenangannya tetap melekat bagi mereka yang pernah mengalaminya. Jika ingin bernostalgia, kini hanya e-commerce yang menjadi tempat terbaik untuk berburu kembali mainan-mainan klasik tersebut.

Pedagang Mainan Tradisional, Upaya Melestarikan Budaya di Tengah Modernisasi

Sukat Heriyanto, seorang pedagang mainan tradisional asal Yogyakarta, menjajakan dagangannya saat car free day (CFD) di Taman Wijaya, Kabupaten Sampang, pada Minggu (23/2/2025). Berbagai mainan yang ia jual terbuat dari bambu, seperti seruling, peluit, gasing, hingga hiasan gantung. Semua mainan itu dibuat sendiri olehnya dengan penuh keterampilan dan kecintaan terhadap budaya tradisional. Dengan keunikan dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya, mainan-mainan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat, terutama anak-anak yang penasaran dengan cara memainkannya.

Heri mengungkapkan bahwa dirinya sudah satu bulan berada di Kabupaten Sampang untuk berjualan dengan cara berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Ia rela menempuh perjalanan jauh demi mencari lokasi strategis yang ramai pengunjung agar mainan yang dijualnya lebih dikenal masyarakat. Ia berharap mainan tradisional yang dijualnya bisa menarik perhatian anak-anak sekaligus memperkenalkan mereka pada permainan khas Indonesia yang mulai tergeser oleh teknologi modern. Ia merasa prihatin melihat semakin banyak anak-anak yang menghabiskan waktu dengan gawai dibanding bermain di luar dengan teman-temannya. Oleh karena itu, ia ingin menghidupkan kembali keceriaan anak-anak melalui mainan tradisional yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki nilai edukasi.

Salah satu pembeli, Zumroh, mengatakan bahwa dirinya sengaja membeli mainan tersebut untuk anaknya. Menurutnya, keberadaan mainan tradisional sangat penting dalam mengenalkan budaya lokal kepada generasi muda. Ia juga berharap mainan ini bisa menjadi alternatif hiburan yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan penggunaan gawai yang berlebihan. “Saya ingin anak saya merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang saya alami saat kecil dulu. Mainan seperti ini dulu sangat populer dan selalu dimainkan bersama teman-teman, tidak seperti sekarang yang kebanyakan anak sibuk dengan gadget,” ungkapnya.

Tidak sedikit orang tua lain yang memiliki pandangan serupa. Beberapa pengunjung CFD yang mampir ke lapak Heri juga menyatakan kekaguman mereka terhadap usaha sang pedagang dalam menjaga warisan budaya. Mereka berharap semakin banyak orang yang tertarik untuk membeli dan memainkan mainan tradisional agar eksistensinya tidak punah.

Keberadaan pedagang seperti Heri tidak hanya memberikan hiburan bagi masyarakat, tetapi juga berperan dalam menjaga kelestarian budaya dan sejarah. Dengan semakin langkanya mainan tradisional, upaya untuk memperkenalkannya kembali kepada masyarakat menjadi hal yang sangat berharga. Jika tidak ada yang melestarikannya, bukan tidak mungkin dalam beberapa dekade ke depan, permainan tradisional hanya tinggal kenangan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, komunitas budaya, maupun masyarakat umum, agar mainan tradisional tetap bertahan dan terus diwariskan kepada generasi selanjutnya.